Lahir di Yogyakarta, 1 September 1991, ia bermain-main dengan kuas sejak usia 10 bulan. Lomba lukis pertamanya ia ikuti ketika usianya baru tiga tahun. Hingga menginjak bangku TK, ia sudah menyabet 15 kali juara pertama dalam lomba-lomba yang ia ikuti.
Kedua orangtua Seruni, penulis Sri Harjanto Sahid dan pelukis Wara Anindyah, membesarkan anak-anak mereka dengan asupan buku dan seni. Membaca, melukis, menonton film atau wayang; sehari-hari Seruni dan saudara-saudaranya senantiasa akrab dengan pemikiran dan karya para tokoh dalam sejarah kebudayaan. Selepas SMA, Seruni berkuliah di Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, dan lulus dengan predikat cum laude.
Sebagai pelukis profesional, Seruni menempuh pendidikan formalnya di S1 Jurusan Seni Murni Minat Utama Seni Lukis dan S2 Penciptaan Seni Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Seruni dianugerahi sebagai Perempuan Terinspiratif dalam Bidang Seni dan Budaya oleh Ibu Negara Indonesia, Ani Yudhoyono dan Majalah Kartini. Juga menerima La Femme Awards dari Lions Club Organization sebagai Inspirational Woman to Others dan menerima Honorary Award dari Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
Institut Seni Indonesia Yogyakarta memberikannya penghargaan Karya Lukis Terbaik Dies Natalis selama dua tahun berturut-turut (2010 dan 2011), serta penghargaan Karya Lukis Cat Air Terbaik, Sketsa Terbaik dan Lulusan Terbaik dengan Indeks Prestasi Kumulatif Tertinggi di Fakultas Seni Rupa pada tahun 2013.
Selain berprestasi di bidang lukis, ia juga meraih Juara 1 sebagai Duta Museum Daerah Istimewa Yogyakarta, memproduksi indie art films dan pertunjukan wayang kontemporer, mengelola art management, menekuni alat musik tradisional dua dawai bernama erhu, menulis esai serta mengajar di universitas.
Lebih 60 kali berpameran di Indonesia dan go international di berbagai event mancanegara. Galeri dan museum tempat ia pernah berpameran antara lain di Galeri Nasional Indonesia, Edwin’s Gallery Jakarta, Bentara Budaya Jakarta, Taman Budaya Yogyakarta, ArtJog, ArtJakarta, Plateau Gallery Berlin, Issyara Gallery New Jersey, Galerie de la Vote Paris, TATE Modern London, Siger Gallery London, Raday Konyveshz Gallery Budapest, University of Milano-Bicocca, The Excelsior Hong Kong, National Museum of Cambodia, dan masih banyak lagi.
Tema-tema karya Seruni menggambarkan pergulatannya sebagai perempuan muda yang bersentuhan dengan pengaruh seni dan budaya leluhur sekaligus dunia. Selain memanfaatkan simbol-simbol budaya Jawa dan Tionghoa, ia juga bermain-main dengan sosok seniman-seniman masyhur seperti Salvador Dali, Frida Kahlo, dan Yayoi Kusama.Ketekunan menggali sejarah, pemikiran, dan beragam kebudayaan tampaknya menjadi bekal Seruni dalam proses berkarya. Dengan bekal itu, ia menjalani pengembaraan batin dan menghayati ideologi pribadinya sebagai seniman untuk kemudian melepaskan energinya dalam wujud lukisan. Dengan melukis, ungkapnya, “Gairah saya meledak-ledak dan daya hidup saya melimpah-ruah.” Sebagai penjelajah, Seruni juga bereksperimen dengan medium-medium lain seperti film dan wayang, yang sekali lagi mengantarkan karya-karyanya pada apresiasi khalayak seni di berbagai negara.
Seruni mengalami pergumulan batin tentang idealisme vs karya “bertendensi”. Ia menulis dalam sebuah esainya: “Para ahli politik praktis acapkali berpikir bahwa seorang seniman seharusnya dengan penuh kesadaran membaktikan kejeniusannya demi peningkatan kesejahteraan manusia. Hal itu tentu tidak salah sepanjang spontanitas lubuk hati terdalam tetap terjaga dan semangat daya cipta yang bebas menemukan langit luas. Karya besar sepanjang sejarah selalu lahir jika kreatornya saat berkarya bebas lepas secara spiritual. Badannya bisa saja terpenjara tapi imajinasi dan tenaga kreatifnya tak terbendung.” (“Kebebasan Spiritual Seniman”, serunibodjawati.blogspot.co.id, 2015.) Karena itu pula ia meyakini tanggung jawab seniman untuk menyampaikan suatu kebenaran, setidaknya menurut penghayatan dan pemikirannya.“Lebih baik menjadi kepala cacing daripada buntut naga,” jawabnya saat ditanya tentang jalan yang ditempuhnya. Di tengah melimpahnya pengaruh seniman yang telah menorehkan nama dalam sejarah, Seruni mengerti ia harus menemukan dirinya sendiri.
Begitu muda, begitu jauh sudah perjalanannya. Dan yang membentang di hadapan pun masih tak terkira.
*Tulisan dari media Qubicle Indonesia: Seruni, Kembang Mekar yang Hendak Terus Mewangi